Menurut Navarro & Hoek (2009:40), ada delapan teori pembelajaran berbasis konstruktivistik yang digunakan sebagai dasar paradigma pembelajaran di dalam bidang RPL, yaitu: (1) Learning by doing; (2) Situated Learning; (3) Keller’s ARCS Motivation Theory; (4) Model Centered Instruction; (5) Discovery Learning; (6) Learning Through Failure; (7) Learning Through Reflection; dan (8) Elaboration.
Learning by doing merupakan sebuah teori yang dipopulerkan oleh John Dewey. Premis utama teori Learning by doing adalah menempatkan proses melakukan (doing) memiliki kadar utama bagi pembelajaran manusia, sedangkan proses lain seperti mendengarkan (hearing) adalah proses pendukung. Implikasi pada pelaksanaan pembelajaran bidang RPL adalah memperlakukan agar siswa lebih banyak beraktifitas nyata (praktik) melalui media yang mendukung dan aktifitas seperti mendengarkan ceramah dari guru atau membaca dari buku dijadikan sebagai aktifitas pendukung untuk melakukan praktik. Contoh pengemasan teori pembelajaran Learning by Doing dapat ditemukan di dalam metode pembelajaran praktik. Postulat utama pada metode pembelajaran praktik adalah keterampilan kerja hanya dapat diajarkan dengan baik apabila siswa dilatih secara langsung dengan peralatan (media) nyata. Pembelajaran praktik diharapkan dapat memfasilitasi siswa untuk menguasai pengetahuan, sikap, keterampilan, dan kebiasaan kerja secara optimal (Wena, 2009:100).
Teori pembelajaran Situated Learning meruapakan teori pembelajaran yang masih berkaitan dengan teori pembelajaran Learning by Doing. Learning by Doing fokus kepada bagaimana aktifitas siswa, sedangakan Situated Learning fokus kepada bagaimana menciptakan situasi pembelajaran yang mendukung Learning by Doing. Teori Situated Learning memiliki premis bahwa pengetahuan dan pembelajaran harus situasional, baik dalam konteks secara fisik maupun konteks sosial dalam rangka mencapai tujuan belajar. Siswa diusahakan agar sedekat mungkin dengan situasi yang mendukung tujuan pembelajaran. Implikasi pada pembelajaran pada pembelajaran bidang RPL adalah pelibatan pihak industri ke dalam pembelajaran, sehingga situasi nyata mengenai hal-hal kontemporer yang berkaitan dengan bidang RPL bisa diwujudkan dan motivasi belajar siswa diharapkan bisa bertambah.
Keller’s ARCS Motivation Theory fokus kepada pembentukan motivasi belajar siswa secara psikis (soft feelings). ARCS merupakan akronim dari beberapa bentuk sikap siswa, yakni attention (perhatian), relevance (relevansi), confidence (percaya diri), dan satisfaction (kepuasan). Attention adalah usaha untuk membentuk perhatian dan minat siswa di dalam pembelajaran. Metode yang diusulkan untuk membentuk attention adalah sebagai berikut: (a) memperkenalkan peristiwa yang unik dan tak terduga; (b) melakukan variasi dalam teknik pembelajaran; dan (c) membangkitkan kebiasaan agar siswa selalu aktif mencari informasi untuk memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan. Relevance merupakan proses untuk membentuk relevansi yang nyata antara apa yang dipelajari siswa dengan kehidupan nyata. Pengetahuan yang dipelajari oleh siswa harus siap pakai dan sesuai dengan pengalaman siswa di masa lalu, saat ini, dan menunjang pengalaman masa depan. Confidence merupakan usaha untuk menumbuhkan rasa percaya diri kepada siswa. Teknik yang bisa digunakan untuk menumbuhkan rasa percaya diri siswa adalah sebagai berikut: (a) memberikan tantangan yang memiliki tingkat kesulitan tinggi tetapi diusahakan agar siswa masih bisa untuk menyelesaikan tantangan tersebut; (b) membangun komunikasi dengan baik antara guru dan siswa; dan (c) siswa diberi feedback yang konstruktif atau membangun. Satisfaction merupakan usaha yang dilakukan agar siswa terpuaskan atas apa yang telah dipelajari. Sebagai contoh usaha satisfaction adalah memberi siswa kesempatan untuk mempraktikan keterampilan yang baru saja dipelajari dan memberikan penguatan atau sokongan hingga siswa benar-benar berhasil melakukan apa yang sedang dipraktikkan. Pengemasan Keller’s ARCS Motivation Theory di dalam bidang RPL memiliki tujuan agar siswa memiliki pemikiran yang terbuka (open minded) mengenai realita bidang RPL, menarik minat sekaligus melibatkan siswa secara langsung di dalam berbagai proyek pengembangan perangkat lunak, dan menumbuhkan rasa percaya diri sekaligus kepuasaan siswa ketika proyek telah terselesaikan.
Model Centered Instruction Theory merupakan teori pembelajaran yang memiliki premis bahwa pengetahuan lebih mudah dipelajarai melalui ekspliorasi suatu model. Pengemasan teori Model Centered Instruction dalam pembelajaran bidang RPL bisa melalui pensimulasian permasalahan nyata, penyelenggaran studi kasus, dan pemberian permasalahan yang bersifat realistis untuk dipecahkan oleh siswa. Simulasi bisa terjadi di laboraturium komputer atau melalui proses pemecahan masalah.
Discovery Learning Theory memilki kesamaan dengan Model Centered Instruction Theory bahwa jalan terbaik dalam proses pembelajaran adalah melalui eksplorasi. Discovery Learning Theory memiliki premis bahwa pembelajaran seorang individu akan lebih efektif apabila individu tersebut melakukan penggalian pengetahuan sendiri melaui penemuan-penemuan (discovery) daripada diberi pengetahuan langsung secara eksplisit. Dengan demikian pembelajaran diharapkan memberi fasilitas siswa untuk banyak berkesplorasi, bereksperimen, meneliti, bertanya, dan mencari jawaban atas pertanyaan yang dihadapi. Gabungan antara Model Centered Instruction Theory dan Discovery Learning Theory mengasilkan pembelajaran berbasis simulasi. Pembelajaran berbasis simulasi dianggap sangat tepat bila digunakan di dalam pembelajaran bidang RPL karena karakteristik bidang RPL memang memerlukan banyak kegiatan bereksplorasi dan bereksperimen melalui simulasi perangkat lunak.
Teori Learning through Reflection memiliki konsep bahwa siswa diberikan fasilitas untuk melakukan kegiatan refleksi (penguatan) atas pengalaman belajar yang didapatkan melalui proses pembelajaran. Kegiatan refleksi bertujuan agar bahan pembelajaran yang telah diurai oleh guru di dalam proses pembelajaran menjadi lebih eksplisit (jelas), kongkret, dan mudah diingat oleh siswa. Contoh umum kegiatan refleksi yaitu berupa diskusi, membuat suatu tulisan terstruktur (makalah), atau dialog secara langsung dengan guru. Contoh khusus di dalam hubungan industri RPL dengan industri adalah penjengukan secara langsung pelatih bidang RPL dari industri setiap satuan waktu tertentu (satu minggu sekali atau satu bulan sekali). Penjengukan oleh pelatih dari industri diharapkan dapat memfasilitasi siswa untuk saling berdiskusi dan berdialog langsung dengan praktisi lapangan mengenai performa kerja dan pengalaman yang di dapat siswa di dalam proses pembelajaran.
Teori Elaborasi (Elaboration Theory) memiliki konsep bahwa penyajian materi pembelajaran harus dipilah dan diruntutkan berdasarkan atas tingkat kompleksitas materi pembelajaran. Penyajian dapat dimulai dari hal-hal yang bersifat sederhana kemudian secara bertahap naik ke hal-hal yang bersifat kompleks. Teori elaborasi sangat diperlukan di dalam pembelajaran pada bidang RPL karena siswa akan dihadapkan dengan berbagai permasalahan yang membutuhkan kekuatan logika di dalam pembeajaran RPL. Siswa diharapkan diberi pembekalan untuk memecahkan permasalahan berbasis logika. Sebagai contoh adalah siswa diberikan kerangka berpikir logis yang bersifat sederhana terlebih dahulu kemudian meningkat menuju kerangka berfikir logis yang bersifat kompleks. Siswa bisa diminta untuk membuat proyek perangkat lunak yang bersifat sederhana (mikro atau skala kecil) pada awal tahap pembelajaran. Apabila proyek sederhana telah berhasil dibuat, maka guru bisa meminta siswa untuk membuat proyek perangkat lunak yang lebih kompleks (makro atau skala besar).
Rujukan:
Navarro, E.O. & Hoek, A.V.D. 2009. On the Role of Learning Theories in Furthering Software Engineering Education. Hellis, H.C., Demurjian, S.A., & Naveda, J.F. (Eds.). Software Engineering: Effective Teaching and Learning Approaches and Practices (38-60). USA: IGI Global.
Wena, M. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.