Dalam berbagai literatur berkaitan
dengan pendidikan kejuruan berbahasa asing (Bahasa Inggris) sering dijumpai
istilah TVET. Kepanjangan dari TVET adalah Technical
and Vocational Education and Training. Istilah tersebut terdiri dari 4
(empat) kata inti, yaitu: (1) Technical;
(2) Vocational; (3) Education, dan (4) Training. Apabila dikaji secara mendalam ada perbedaan makna yang
sangat jauh antara Technical dengan Vocational dan antara Education dengan Training.
Apabila diartikan ke dalam Bahasa
Indonesia, education memiliki arti
pendidikan, dan training memiliki
arti pelatihan. Pendidikan dan pelatihan memiliki tujuan yang sama yaitu
terjadinya perubahan perilaku ke arah yang lebih sesuai dengan yang diinginkan.
Secara umum, keduanya berhubungan dengan belajar dan perubahan pada diri
manusia, akan tetapi secara khusus memiliki perbedaan tujuan spesifik yang
ingin dicapai. Pendidikan lebih mengarah pada pengetahuan dan hal-hal yang
bersifat umum, terkait dengan kehidupan pribadi secara luas, dan less tangible. Pelatihan lebih mengarah
pada keterampilan berperilaku secara khusus dan ada ukuran benar atau salah,
dan more tangible. Secara sederhana
dapat diartikan bahwa pelatihan merupakan bagian dari pendidikan yang bersifat
lebih spesifik (mikro).
Kemudian, apabila diartikan ke dalam
Bahasa Indonesia, technical memiliki
arti teknik, dan vocational memiliki
arti kejuruan. Kedua istilah tersebut akan memiliki batasan yang jelas apabila
digabungkan dengan kata pendidikan sehingga menjadi pendidikan teknik dan pendidikan
kejuruan. Pendidikan teknik diartikan sebagai program pendidikan yang bertujuan
untuk mempersiapkan tenaga kerja pada level teknisi atau sub profesional, yang
biasanya tingkatannya berada satu level di atas craftsman akan tetapi levelnya berada di bawah profesional.
Pendidikan kejuruan diartikan program pendidikan yang bertujuan untuk
mempersiapkan tenaga kerja pada level craftsman
atau perusahaan pada level dasar.
Pada konteks Bangsa Indonesia, dengan
berdasarkan pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003
Pasal 15, vocational education telah
terkontekskan sebagai pendidikan kejuruan, sedangkan technical eductaion telah terkontekskan dengan pendidikan vokasi. Pendidikan
kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik
terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Pendidikan vokasi merupakan
pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan
dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan program sarjana. Untuk
mengetahui posisi pendidikan kejuruan dan pendidikan vokasi dalam Sistem
Pendidikan Nasional bisa dilihat pada Gambar 1.
Dengan demikian, apabila istilah TVET
diartikan secara penuh kedalam Bahasa Indonesia akan menjadi Pendidikan dan
Pelatihan Teknik dan Kejuruan atau disingkat PPTK. Secara konsep, istilah PPTK
akan memayungi semua pendidikan di Indonesia yang bertujuan untuk mencetak tenaga kerja. Akan tetapi, di
dalam berbagai literatur Bahasa Indonesia, penggunaan istilah PPTK sangat
jarang ditemukan. Pada literatur-literatur tersebut lebih sering menggunakan
kata Pendidikan Kejuruan daripada PPTK. Demikian juga pada website resmi
UNEVOC, pendidikan kejuruan dan pendidikan vokasi disebut dalam satu istilah,
yaitu Vocational Education, yang
artinya adalah Pendidikan Kejuruan (Gambar 2). Apabila dipahami secara
mendalam, akan ditemukan suatu kerancuan yang nyata apabila kita kembali berkiblat
kepada penjelasan Sisdiknas nomor 20
Tahun 2003 Pasal 15 bahwa istilah pendidikan kejuruan hanya dibatasi pada
tingkat menengah.
Kemudian di berbagai negara atau
organisasi banyak variasi istilah yang dimaksudkan untuk menyebut TVET. TVET
sendiri merupakan istilah yang digunakan oleh UNESCO. CTE (Career and Technical Education) merupakan istilah yang digunakan di
Amerika Serikat. FET (Further Education
and Training) merupakan istilah yang digunakan di Inggris dan Afrika
Selatan. VTET (Vocational and Technical
Education and Training) merupakan istilah yang dipergunakan di Asia
Tenggara. VET (Vocational Education and
Training) dan VTE (Vocational and
Technical Education) merupakan istilah yang digunakan di Australia.
Gambar 1. Skema Pendidikan Indonesia di dalam
Perspektif UU Sistem Pendidikan Nasional
|
Gambar 2. Skema Pendidikan Indonesia di dalam
Perspektif UNEVOC
|
Rasionalisasi
Keberadaan TVET
Secara
logis, globalisasi telah meningkatkan persaingan pasar dan meningkatkan
kualifikasi kebutuhan akan pekerja. Perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi yang semakin efektif dan efisien turut serta memperpanas iklim
persaingan pasar. Kecepatan dan ketepatan pelayanan terhadap pelanggan menjadi
hal yang utama dan dijadikan pandangan ideal atas keberhasilan dalam persaingan
pasar. Kemudian, kebutuhan pekerja dengan kualifikasi tinggi juga sangat
signifikan. Pekerja yang bersifat monoton sudah tidak diperlukan lagi dalam era
globalisasi ini, akan tetapi pekerja dengan kemampuan berpikir tingkat
tinggilah yang akan diperlukan. Pekerja
yang memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi dinilai memiliki kemampuan untuk
selalu bisa berkreasi, berinovasi, dan mengembangkan kompetensinya sehingga
memberikan dampak positif bagi tempat dia bekerja.
Secara
ringkas, globalisasi yang terdiri dari aspek pergerakan ekonomi, sosial, budaya
dan politik, telah menggerakkan konsep-konsep mengenai pekerjaan. Pekerjaan di
era globalisasi terdiri dari 3 (tiga) aspek penting, yaitu: (1) di dalam
pekerjaan ada upah yang rutin dan jelas; (2) secara subjektif merupakan suatu
bentuk pengabdian dari pekerja, dan (3) memberikan kesempatan para pekerja
untuk terus berkembang. Ketiga aspek tersebut harus ada di dalam pekerjaan,
bila salah satu aspek tidak ada maka tidak layak untuk disebut sebagai pekerjaan.
Pendefinisian
mengenai bidang kerja semakin terfokus dan jelas. Sebagai contoh adalah Indonesia yang telah memiliki piramida
ketenagakerjaan (Gambar 3). Melalui piramida tersebut dapat dilihat apa saja
kualifikasi pendidikan untuk menduduki suatu bidang kerja.
Berbeda
dengan bidang kerja masa lampau dimana pendefinisiannya masih sangat umum dan
kurang fokus. Dengan adanya pendefinisian yang fokus, diharapkan calon pekerja
yang akan terjun ke suatu bidang kerja akan memiliki tujuan dan arah yang jelas
mengenai kompetensi apa saja yang akan dikembangkan. Maka dari itu, seorang
calon pekerja harus memperoleh pembelajaran yang bersifat mampu mengasah
kompetensinya dan mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi sebelum dia
benar-benar terjun ke dunia kerja yang sesungguhnya.
Gambar 3. Piramida Ketenagakerjaan di
Indonesia.
|
Pekerjaan,
merupakan tempat dimana seorang individu melakukan kegiatan kerja. Secara ideal
perkembangannya ditentukan oleh pergerkan ekonomi, sosial, budaya dan politik.
Namun, pada kenyataannya, pekerjaan dibentuk oleh beberapa kalangan terbatas
saja yang memilki modal dan pengaruh yang kuat di dalam kehidupan ekonomi,
sosial, budaya dan politik. Sehingga, pembentukan pekerjaan yang seharusnya
merupakan cerminan kebutuhan masyarakat bergeser menjadi cerminan kebutuhan
kelompok tertentu.
Dengan
demikian, dari berbagai polemik tersebut, TVET hadir untuk mendukung secara
positif mengenai kebutuhan pekerja dengan kualifikasi yang cukup bervariasi
serta menghilangkan kepentingan-kepentingan golongan, dimana, secara khusus di
Indonesia, kepentingan golongan dinilai sebagai bibit liberalisme yang harus
dihilangkan. Melalui TVET, para calon pekerja dibimbing sekaligus dibekali
pengetahuan dan keterampilan sehingga para calon pekerja bisa menjadi
pekerja-pekerja yang telah memiliki identitas kerja (identity of work) yang kuat dan memiliki kemampuan berpikir tingkat
tinggi (high order thinking skill).
Keunikan
TVET
TVET, merupakan bentuk pendidikan unik
karena memiliki berbagai ciri khusus yang memberikan cita rasa berbeda dengan
pendidikan umum. Salah satu paket keunikan TVET tergambarkan di dalam Kerangka Kerja Konseptual (Conceptual Framework). Apabila ingin
mengadakan TVET untuk suatu bidang tertentu, maka harus di dahului dengan
penyusunan Kerangka Kerja Konseptual. Kerangka Kerja Konseptual secara
keseluruhan mencerminkan arah pemikiran dan implementasi dari TVET yang
bersifat fleksibel.
Fleksibel memiliki arti bahwa Kerangka
Kerja Konseptual merupakan gambaran umum yang bersifat kaku, tetapi secara
khusus mudah beradaptasi apabila misalnya dihadapkan pada masalah yang sama
tetapi pada kondisi yang berbeda. Misalnya, pada bidang komputer secara umum diharapkan
mampu mengoperasikan sebuah perangkat lunak desain grafis. Kemudian Kerangka
Kerja Konseptual tetap bisa dijadikan acuan meskipun secara khusus ada tempat
yang memiliki kebijakan untuk mewajibkan menggunakan perangkat lunak berbayar
dan di tempat lain yang memiliki kebijakan untuk mewajibkan menggunakan
perangkat lunak tidak berbayar. Minimal, kerangka kerja konseptual berisi
beberapa aspek, diantaranya:
1. Kurikulum
Kurikulum
secara garis besar berisi mengenai: apa yang dianggap penting, apa yang
diajarkan, dan bagaimana hal itu diajarkan. Kurikulum TVET bersifat
mengembangkan manusia yang produktif baik dalam aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor. Tiga isu-isu inti di dalam kurikulum vokasionalisme: (a) integrasi
pendidikan akademis, karir, dan pendidikan teknik; (b) artikulasi program sekolah
menengah atas dan pasca sekolah menengah atas, dan (c) hubungan antara sekolah
dan dunia kerja.
2. Sasaran
Sasaran
utama dari TVET adalah individu-individu yang masih belum memiliki keterampilan
(low skill) dan paling tidak sudah
memiliki pengetahuan dasar yang mendukung pengembangan keterampilan dalam
proses pembelajaran agar mereka siap dalam suatu pekerjaan khusus sekaligus
mempersiapkan mereka untuk menghadapi transisi dari kehidupan sekolah ke
kehidupan nyata.
3. Teknik
Pengajaran
Teknik pengajaran dalam TVET harus
bisa mengakomodasi pembelajaran sepanjang hayat, dan mampu untuk membuat iklim
sekolah mencerminkan lingkungan tempat kerja nyata (simulasi). Persediaan
logistik (infrastruktur) pada TVET jelas memiliki kualifikasi yang lebih tinggi
daripada pendidikan umum. Hal ini membuat sekolah kejuruan, memerlukan biaya
yang tidak sedikit, sehingga biaya penyelenggaraan pendidikan kejuruan mahal. Selain
itu, sifat pengajaran juga memperhatikan
aspek ketenagakerjaan, sehingga diharapkan siswa memiliki identitas kerja yang
kuat (identity of work).
4. Teknik
Asesmen
Kebanyakan
pendidik sekarang memakai bentuk baru dari evaluasi siswa, disebut dengan
istilah asesmen otentik, atau penilaian berbasis kinerja. Dalam asesmen
otentik, menuntut siswa untuk menunjukkan pemahaman mereka tentang pengetahuan
dan keterampilan dengan menciptakan respon terhadap pertanyaan atau alat-alat
peraga untuk memperdalam pemahaman. Penilaian memperhatikan aspek pengetahuan
(kognitif), pemaknaan (afekti), dan moral (psikomotor) siswa.
5. Teknik
Evaluasi
Evaluasi
dilakukan untuk melihat tingkat keberhasilan TVET. Evaluasi pada TVET tidak
hanya terbatas pada keberhasilan program di dalam implementasinya secara intern
(in school succes), tetapi evaluasi
dilakukan juga secara ekstern (out school
succes). In school success menitik beratkan aspek keberhasilan siswa dalam
memnuhi persyaratan kurikuler. Out school
succes menitik beratkan pada keberhasilan atau penampilan lulusan setelah
berada di dunia kerja yang sebenarnya atau keberhasilan lulusan dalam melakukan
transisi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Kemudian, ada beberapa aspek tambahan
yang memberikan cita rasa berbeda dengan pendidikan umum, diantaranya:
1. Orientasi
Orientasi TVET tidak hanya
mempersiapkan individu untuk masuk ke dunia kerja nyata, tetapi TVET juga
mempersiapkan individu untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Maka dari itu, orientasi tersebut bisa dijadikan alasan logis agar TVET selalu
eksis.
2. Hubungan
dengan Industri
Erat kaitannya dengan masalah
mahalnya penyelenggaraan TVET, dan
tingginya tuntutan relevansi dengan dunia kerja/industri, maka masalah hubungan
antara lembaga pendidikan dengan dunia kerja/industri, merupakan suatu ciri
karakteristik yang penting bagi TVET. Perwujudan hubungan timbal balik berupa
kesediaan dunia kerja/industri, menampung peserta didik untuk mendapat
kesempatan pengalaman belajar di lapangan kerja/industri, informasi
kecenderungan ketenagakerjaan yang merupakan bahan untuk dijabarkan ke dalam
perencanaan dan implementasi program pendidikan, dan bentuk-bentuk kerjasama
lainnya yang saling menguntungkan.
3. Kepekaan
Salah
satu orientasi TVET adalah ke dunia kerja, sehingga TVET harus mempunyai ciri
berupa kepekaan atau daya suai terhadap perkembangan masyarakat pada umumnya,
dan dunia kerja pada khususnya. Perkembangan ilmu dan teknologi, inovasi dan
penemuan-penemuan baru di bidang produksi dan jasa, besar pengaruhnya terhadap perkembangan
TVET. Untuk itulah TVET harus bersifat responsif proaktif terhadap perkembangan
ilmu dan teknologi, dengan upaya lebih menekankan kepada sifat adaptabilitas
dan fleksibilitas untuk menghadapi prospek karir anak didik dalam jangka
panjang.
Dasar
Filosofi TVET
Gambar 4. Dasar Filosofi TVET
|
Gambar
4 merupakan gambaran tiga dasar filosofi yang membentuk kerangka kerja
konseptual TVET. Tiga dasar filosofi tersebut antara lain: (a) Esensialisme;
(b) Pragmatisme; dan (c) Pragamatisme(Rekonstruksi)/ Eksistensialisme. Dalam
pandangan Esensialime, TVET memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasar
mengenai tenaga kerja. Karakteristiknya antara lain: (a) adanya kurikulum
referensi; (b) intrusktur yang memiliki pengalaman di dunia industri; dan (c)
sistemnya terpisah dari lingkungan pendidikan akademik.
Dalam
pandangan Pragmatisme, TVET memiliki tujuan untuk mempertemukan kebutuhan
individu, untuk pemenuhan pribadinya, dan persiapan menjalani hidup.
Karakteristiknya antara lain: (a) menekankan pemecahan masalah; (b) berpikir
dalam orde tinggi; dan (c) pembelajarannya dikonstruksi dari pengetahuan sebelumnya. Kemudian dalam
pandangan Pragmatisme (Rekonstruksi)/ Eksistensialisme, TVET memiliki tujuan
untuk mengubah tempat kerja sebagai tempat yang lebih demokratis dan sebagai
tempat untuk pembelajaran dan bukan sekedar tempat kerja praktik biasa dan
menghilangkan diskriminasi dalam rekrutmen tenaga kerja.